Mengaku
diri beriman adalah sesuatu yang mudah, namun diri kita diakui Allah
swt. sebagai hamba yang beriman inilah yang tidak mudah. Keimanan kepada
Allah tidak cukup lisan berucap mengaku diri beriman, ia menuntut
konsekuensi yang sangat dalam dan luas serta suci dari noda-noda
kebatilan. Keimanan kepada Allah diantaranya menuntut ketiadaan sekutu
bagi-Nya. Firman-Nya dalam Al Quran, "Dan (ingatlah) ketika Lukman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar" (QS.
Luqman:13) Demikianlah seorang ayah yang bertanggung jawab, ia
menanamkan ketauhidan ini sejak dini. Hingga Allah swt mengabadikan
peristiwa penting ini dalam kitab suci bagi Nabi terakhir-Nya agar
menjadi teladan sepanjang jaman.
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya,
diberi tugas yang terhormat pula, yakni menjadi hamba dan khalifah di
muka bumi. Tugas manusia yang pertama yakni sebagai hamba dan memurnikan
penghambaannya hanya kepada Allah semata. Ini sungguh suatu kehormatan
karena dengan demikian manusia menjadi sangat merdeka karena tidak
menghambakan diri kepada makhluk lainnya. Selain itu manusia juga
diamanahi sebagai khalifah di muka bumi. Allah menundukkan segala apa
yang ada di bumi agar dimanfaatkan serta dikelola sebaik-baiknya untuk
kepentingan manusia itu sendiri.
Demikianlah Allah menjadikan manusia sebagai makhluk
terhormat, namun kemudian sebagian manusia ada yang justeru merendahkan
dirinya sendiri. Seperti firman-Nya "Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka
pahala yang tiada putus-putusnya.