Selasa, 25 Desember 2012

Kemusrikan menjadi petaka

Mengaku diri beriman adalah sesuatu yang mudah, namun diri kita diakui Allah swt. sebagai hamba yang beriman inilah yang tidak mudah. Keimanan kepada Allah tidak cukup lisan berucap mengaku diri beriman, ia menuntut konsekuensi yang sangat dalam dan luas serta suci dari noda-noda kebatilan. Keimanan kepada Allah diantaranya menuntut ketiadaan sekutu bagi-Nya. Firman-Nya dalam Al Quran, "Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar" (QS. Luqman:13) Demikianlah seorang ayah yang bertanggung jawab, ia menanamkan ketauhidan ini sejak dini. Hingga Allah swt mengabadikan peristiwa penting ini dalam kitab suci bagi Nabi terakhir-Nya agar menjadi teladan sepanjang jaman.
Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya, diberi tugas yang terhormat pula, yakni menjadi hamba dan khalifah di muka bumi. Tugas manusia yang pertama yakni sebagai hamba dan memurnikan penghambaannya hanya kepada Allah semata. Ini sungguh suatu kehormatan karena dengan demikian manusia menjadi sangat merdeka karena tidak menghambakan diri kepada makhluk lainnya. Selain itu manusia juga diamanahi sebagai khalifah di muka bumi. Allah menundukkan segala apa yang ada di bumi agar dimanfaatkan serta dikelola sebaik-baiknya untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Demikianlah Allah menjadikan manusia sebagai makhluk terhormat, namun kemudian sebagian manusia ada yang justeru merendahkan dirinya sendiri. Seperti firman-Nya "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.